Review Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023: Independensi Mahkamah Konstitusi Mulai Dipertanyakan Masyarakat

Review Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023: Independensi Mahkamah Konstitusi Mulai Dipertanyakan Masyarakat

Mahkamah Konstitusi

JurnalPost.com – Peristiwa hukum seringkali menjadi fokus perhatian publik, terutama jika melibatkan kebijakan politik dan institusi pemerintah. Pada 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian usulan pengujian Pasal 169 huruf q) Undang-undang no. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Putusan tersebut menimbulkan banyak pendapat yang mendukung dan menentang masyarakat, karena ditemukan beberapa kejanggalan dalam putusan tersebut, sehingga jelas bahwa putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 didasarkan pada kepentingan pribadi.

Dengan dikeluarkannya putusan kontroversial tersebut, mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi yang dianggap sebagai penjaga konstitusi terhadap kesewenang-wenangan lembaga politik. Namun dalam putusan tersebut, terlihat jelas bahwa Mahkamah Konstitusi melanggar kode etik semata-mata untuk kepentingan politik.

Dalam keputusan nomor 90/PUU-XXI/2023. Mahkamah Konstitusi menambahkan norma baru, yaitu masyarakat yang belum berusia 40 tahun dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden apabila mempunyai pengalaman sebagai presiden daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum. Sebagaimana kita ketahui, hal tersebut bukan merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi, kewenangan membentuk undang-undang ada pada lembaga legislatif yaitu lembaga legislatif.

Lemahnya kedudukan hukum pemohon juga menjadi salah satu hal yang membuat masyarakat bertanya-tanya, karena biasanya Mahkamah Konstitusi sangat detail mengenai status dan status hukum (legal status) pemohon. Permohonan Peninjauan Kembali Nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta.

Pemohon tidak menjelaskan secara gamblang kerugian konstitusional tersebut, dasar kerugian konstitusional hanya berdasarkan pengalaman dan keberhasilan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo. Argumentasi tersebut tentu saja tidak secara langsung menyangkut pihak penggugat, namun tentu bertentangan dengan syarat legitimasi substantif penggugat di Mahkamah Konstitusi yang menekankan bahwa kerugian konstitusional harus dialami secara langsung, konkrit, dan benar oleh penggugat.

Penulis: Rimayyasa Agustin Maharani

Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *